Kesehatan
Bagaimana Pengobatan yang Diterima oleh Pasien COVID-19?
Terhitung sampai 16 Maret 2020, jumlah kasus COVID-19 di seluruh dunia menurut data perhitungan daring John Hopkins CSSE adalah 169.387. Kasus kematian tercatat 6.513 dan pasien yang telah pulih sebanyak 77.257 orang.
Peneliti belum menemukan vaksin untuk melawan virus bernama SARS-CoV-2 itu. Namun, berdasarkan kasus yang terjadi selama ini, banyak pasien yang dinyatakan sembuh setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit. Bagaimana sebenarnya perawatan yang dilakukan dokter kepada pasien COVID-19?

Perawatan yang Diberikan Dokter untuk Pasien COVID-19
Pasien COVID-19 selama ini mendapatkan perawatan seperti apa yang pasien flu biasa terima. Perawatan itu dinamakan oleh Centers for Disease Control “Supportive Care”. Pada dasarnya yang diobati adalah gejala-gejala COVID-19 seperti demam, batuk, dan sulit bernapas, bukan membunuh virusnya. Hal ini seperti dilansir dariLive Science (16/3/2020).
Usaha itu senada dengan yang dilakukan oleh James Towne, Direktur Pusat Perawatan Intensif di Pusat Medis Harborview, Seattle, Amerika Serikat. Dalam sesi wawancara yang diberitakannpr.org (16/3/2020), Town menjelaskan di pusat medis itu pasien COVID-19 menunjukkan gejala seperti nyeri pada tubuh, batuk, dan demam. Ada pula yang sulit bernapas hingga diintubasi dan membutuhkan ventilator mekanik. Untuk kasus pasien yang dipasang ventilator mekanik, dokter memberi mereka nutrisi lewat tabung makanan dan membantu agar mereka bertahan dari efek infeksi virus.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengobatan yang diberikan dokter terhadap pasien COVID-19 adalah mengisolasinya dan membantu mengobati gejala-gejala yang timbul akibat infeksi Virus Corona.

Pengobatan Gunakan Langkah Simtomatis
Untuk kasus di Indonesia, diberitakan kompas.com (16/3/2020) bahwa Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menjelaskan belum ada obat untuk penyakit yang disebabkan SARS-CoV-2 itu. Yuri lebih lanjut mengatakan pengobatan COVID-19 di rumah sakit Indonesia selama ini adalah dengan langkah simtomatis.
"Istilahnya ya itu tadi, simtomatis, yang dikeluhkan, ya itu yang diobati. Tapi yang pasti adalah memperbaiki kondisi umum agar menjadi lebih baik," kata Yuri.
Lalu apa yang dapat membuat pasien sembuh ? Lebih lanjut Yuri menjelaskan bahwa imunitas tubuhlah yang dapat membuat pasien COVID-19 sembuh. Ia menekankan hanya imunitas tubuh yang mampu menangkal virus, termasuk SARS-CoV-2 yang tergabung dalam keluarga Virus Corona itu.
Di beberapa rumah sakit, masih dilaporkan oleh Live Science, dokter dan perawat mengobati pasien COVID-19 dengan obat Oseltamivir atau Tamiflu yang dikenal berfungsi menekan reproduksi virus. Namun tetap saja, obat itu bukanlah dibuat untuk SARS-CoV-2, melainkan virus yang menyebabkan penyakit flu biasa.
Perkembangan Pembuatan Vaksin

Baru-baru ini, sebuah perusahaan bioteknologi bernama Moderna Therapeutics, berbasis di Massachusetts, Amerika Serikat sedang mengembangkan vaksin untuk COVID-19. Pada 14 Maret silam, dikabarkan perusahaan itu merekrut relawan untuk uji klinis vaksin yang diproduksinya.
Umumnya, pengembangan vaksin dari mulai dibuat hingga siap diaplikasikan memakan waktu 15 sampai 20 tahun. Itu dikatakan oleh Presiden dan CEO International AIDS Vaccine Initiative Mark Feinberg. Waktu yang lama ini disebabkan vaksin perlu diuji coba terlebih dahulu kepada hewan untuk memastikan aman tidaknya mengobati penyakit yang dimaksud. Tidak sampai di situ, uji pada hewan ini perlu dilakukan berkali-kali hingga akhirnya siap diuji pada manusia.
Namun, Moderna Therapeutics membuat pengembangan vaksin ini singkat lantaran melompati uji pada hewan. Perusahaan bioteknologi itu sebenarnya tidak sama sekali melewati uji klinis pada hewan. Pada hari yang sama saat perekrutan relawan, para ahli virologi menguji vaksin pada tikus.
Hasilnya, tikus-tikus itu menunjukkan respon kekebalan tubuh terhadap SARS-CoV-2, layaknya respon mereka kepada vaksin untuk penyakit MERS yang dahulu dilakukan. Vaksin yang diproduksi itu direspon sebagai musuh oleh SARS-CoV-2 dan pada akhirnya melawan virus tersebut.
Namun, vaksin ini tetap saja belum siap untuk diaplikasikan pada penderita COVID-19. Petugas medis di The National Institute of Allergy and Infectious Diseases Hilary Marston menerangkan paling cepat pengembangan vaksin ini selesai dalam waktu satu setengah sampai dua tahun.
“Kalau semuanya bekerja secepat mungkin. Paling tidak bisa selesai satu setengah hingga dua tahun,” kata Marston.
berita terkait
berita terpopuler
Artikel Lainnya

Hobi dan Hiburan
Dari Hobi Hingga Sukses Jadi Atlet Offroad, Inilah Sosok Sudirman Arsyad
23 March 2023, 18:17
Mengejar passion yang hadir dari hobi tampaknya menjadi gambaran yang tepat untuk sosok atlet offroad Tanah Air, Sudirman Arsyad.

Bisnis
Sambut Kehadiran Bulan Suci, ruparupa Gelar Program Ini
21 March 2023, 11:48
Melalui kampanye BerKah Ramadan, ruparupa gelar beragam promo untuk mendukung konsumennya dalam menyambut bulan suci yang sebentar lagi tiba.

Hobi dan Hiburan
Tiga Band Ini Sukses Ajak Nostalgia Hits Tahun 2000an di JCW 2023
20 March 2023, 14:47
Para penggemar musik di era tahun 2000an awal berhasil diajak bernostalgia menyanyikan lagu-lagu hits dari Samsons, Yovie & Nuno, serta D’Masiv di acara JCW 2023.

Bisnis
Digitalisasi Asuransi Syariah, Astralife Hadirkan Produk Flexi Life Protection Syariah
17 March 2023, 10:29
Dalam rangka mendukung umat Muslim milenial yang menggunakan produk sesuai syariah, Astralife menghadirkan produk Flexi Life Protection Syariah di ranah digital.