Bangkit dari KDRT Hingga Terkucilkan, Ini Kisah Avrist Warrior Woman

Melalui program Avrist Warrior Woman, perusahaan Avrist Assurance menggelar aksi corporate social responsibility (CSR) yang menargetkan para perempuan marjinal. Bersama dengan Yayasan Visi Maha Karya dan organisasi Women’s Federation of Commerce and Industry (IWFCI) Indonesia, program ini ditujukan untuk mendorong para peserta menjadi mandiri secara ekonomi dengan membangun usahanya sendiri. Namun ternyata terdapat kisah-kisah pilu dari para peserta Avrist Warrior Woman sebelum mereka mengikuti program ini.

Pada saat PingPoint.co.id bersama tim media lainnya mengunjungi Yayasan Visi Maha Karya, program Avrist Woman sendiri sudah berjalan selama tiga bulan. Dengan para pesertanya yang terdiri dari perempuan tuna daksa, ibu dari penyandang tuna daksa, dan remaja putri yatim piatu sudah mampu mempresentasikan hasil edukasi serta modal yang diberikan kepada mereka melalui program CSR ini.

[Baca Juga: Bantu Wanita Indonesia Jadi Mandiri dengan Avrist Warrior Woman]

Pembina Yayasan Visi Maha Karya Arief Adinoto menjelaskan, pada awal saat ingin mencoba merangkul para peserta untuk mengenalkan program Avrist Warrior Woman, ia dan tim sempat mengalami kesulitan. Hal ini menurutnya dipengaruhi dengan kondisi dari para pesertanya sendiri yang mayoritasnya merasa minder.

“Orang-orang yang difabel ini masih menutup diri, masih banyak dari mereka yang diajak mau dibantu itu enggak mau. Karena ya tadi ada rasa minder mereka, ada rasa tidak menerima keadaan, dan lain sebagainya. Karena banyak di antara mereka juga ada yang setelah dewasa baru kecelakaan, mungkin sakit diabetes, kanker tulang, dan sebagainya sehingga harus diamputasi,” papar Arief di Yayasan Maha Karya, Jln Gunung Raya No.26, Cireuendeu, Ciputat, Tangerang Selatan (22/11/2019).

Kemudian pihak Yayasan Visi Maha Karya pun kembali melakukan pendekatan dan beberapa peserta pun mulai membuka diri usai diberikan bantuan anggota tubuh prostetik. Barulah setelah proses ini, mereka mau diajak mengikuti berbagai program pemberdayaan dari yayasan. Lalu untuk Avrist Warrior Woman, pihak yayasan pun melakukan seleksi terlebih dahulu untuk menentukan para peserta yang memang bersemangat untuk belajar dan membuka usaha.

Selain itu banyak juga peserta dari Avrist Warrior Woman adalah para anak yatim yang dulunya mereka tinggal di panti sosial asuhan anak yang dikelola pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun karena aturan pihak panti yang hanya mengurus hingga mereka lulus SMA, menurut Arief banyak yang kebingungan mereka harus menjadi apa setelah keluar dari panti. Apalagi ada yang bahkan dari masih bayi sudah tinggal di panti.

Setelah mau diajak untuk dirangkul dengan Yayasan Visi Maha Karya, mereka pun diberikan pelatihan character building. Setelah itu ada yang juga diajak untuk ikut tinggal di yayasan dan mereka inilah yang akhirnya memiliki motivasi untuk membuka usaha sendiri dan turut menjadi peserta Avrist Warrior Woman.

[Baca Juga: Ini Sosok Wirausahawati dari Avrist Warrior Woman]

Di antara para peserta ini juga ada yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Dari sisi suaminya itu, dia frustasi dengan keadaan ekonomi akhirnya meluapkan frustasinya itu kepada orang terdekatnya yang setiap saat ketemu. Ke istrinya bahkan ke anak-anaknya, ada yang kita dengar yang anaknya dipukul sampai bocor kepalanya. Jadi kan sangat traumatis, nah jadi kita heal dulu trauma-traumanya supaya mereka ya bagaimana mereka harus bangkit,” ujarnya.

Namun walau para peserta Avrist Warrior Woman mengalami banyak kisah pilu, mereka disebut tetap sangat bersemangat untuk mengikuti program ini. Dengan pihak Yayasan Visi Maha Karya yang menyebut, mereka mengusahakan untuk selalu datang di setiap lokakaryanya hingga akhirnya memiliki konsep bisnis yang matang dan mampu memulai usahanya seperti saat ini.