DPRD Jakarta Minta Perketat Mobilitas Keluar-Masuk Ibu Kota

DKI Jakarta masih tercatat sebagai provinsi nomor wahid, dalam hal angka kasus positif COVID-19. Rabu(27/5/2020) kemarin, situs covid19.go.id mencatat sebanyak 6.895 warga Jakarta terpapar virus SARS-CoV-2. Ada pun jumlah pasien penyintas sebanyak 1.682 dan 509 jiwa dilaporkan meninggal dunia. Ditingkat nasional, tercatat sebanyak 23.851 orang terkonfirmasi positif COVID-19. Sementara pasien penyintas berjumlah 6.057 orang dan pasien meninggal dunia sebanyak 1.473 jiwa.

Banyak langkah yang telah dilakukan pemerintah—ditingkat pusat atau provinsi—untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Salah satunya dengan memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang hingga kini telah memasuki Jilid Ke-3, dan akan berakhir pada 4 Juni mendatang.

Sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, Jakarta jadi punya daya tarik tersendiri. Terlebih lagi, berkaca pada pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, dimana sesudah lebaran banyak penduduk luar Jakarta yang sengaja datang untuk beradu nasib di Ibu Kota.

Karenanya Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Pergub 47 Tahun 2020 mengenai pembatasan mobilitas orang keluar - masuk Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mendorong untuk merealisasikan Pergub tersebut dengan secara optimal.

[Baca Juga: Petugas Masih Menemukan Sejumlah Pelanggar PSBB di Jakarta Timur]

Mengutip lansiran beritajakarta.go.id, Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Mujiyono, berharap penerapan Pergub 47 Tahun 2020 mengenai pembatasan mobilitas orang keluar - masuk Jakarta harus lebih optimal guna memutus penyebaran COVID-19.

Agar implementasi Pergub berjalan lancar dan maksimal, Mujiyono menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta kembali melibatkan RW dan RT untuk mendata dan mengawasi warga yang kembali dari kampung halaman.

Dia juga menjelaskan bahwa dirinya tidak keberatan jika aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan demi kepentingan perekonomian. Namun, tegasnya, protokol pencegahan COVID-19 harus tetap diterapkan.

“Jika diketahui ada warga yang dari luar daerah, maka harus melakukan isolasi secara mandiri paling sedikit 14 hari sebelum dapat beraktivitas normal. Jangan sampai alasan ekonomi mengalahkan pertimbangan kesehatan, mengingat akar dari krisis ekonomi ini adalah krisis kesehatan," tandasnya.

Senada, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, August Hamonongan mengaku sangat mendukung anjuran yang disampaikan pemerintah dalam menangani pandemi. Dia menengarai, ada oknum nekat yang berani memalsukan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM).

[Baca Juga: DPRD DKI Bahas Realokasi Deviden & Keterlibatan Distribusi Bantuan]

Urusan teknis, tutur dia, pengawasan oleh RT dan RW bisa dimulai dari sistem wajib lapor tamu 1 X 24 jam dan saat warga ingin berpergian meninggalkan Jakarta. “Langkah ini juga bisa untuk meminimalkan adanya penerbitan SIKM palsu, " cetusnya.

Sementara, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta lainnya, , Dwi Rio Sambodo, menyoroti tentang perlunya sosialisasi yang masif kepada warga agar kebjakan SIKM bisa berjalan sukses. Selain itu, layanan PTSP untuk SIKM juga perlu ditingkatkan agar bisa lebih cepat dan transparan. "Peninjuauan internal PTSP juga perlu dilakukan untuk memastikan berjalannya pelayanan yang meringankan warga," tandasnya.