Pakar UGM Angkat Bicara Usai Ramai Aksi Peretasan Bjorka

Selama beberapa hari terakhir, jagat dunia maya mendadak diramaikan oleh aksi seorang hacker atau peretas yang menggunakan alias Bjorka. Aksi yang dikenal dengan istilah haktivism ini atau meretas dengan motif sosial serta politik ini menargetkan sejumlah pejabat negara, dari mulai Ketua DPR RI Puan Maharani hingga Menteri BUMN Erick Thohir dibocorkan data identitasnya (termasuk alamat sampai nomor ponsel pribadi) oleh Bjorka. Bahkan peretas itu juga sempat menyinggung siapa dalang di balik pembunuhan aktivis Munir. Melihat aksi dari Bjorka ini, Pakar Teknologi Infomasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Ir. Ridi Ferdiana, S.T., M.T., IPM., berikan pandangannya.

Menurut Ridi, aksi haktivism dari Bjorka ini bisa menjadi tanda awalnya serangan peretasan terhadap keamanan siber di negara ini. Pasalnya, bisa saja ke depannya kebocoran data yang dilakukan hacker di jagat dunia maya bisa saja terus terjadi dan berlanjut ke depannya bila tidak ditangani secara serius. Ia menegaskan, aksi Bjorka menjadi sinyal kritik membangun pembenahan diri oleh pemerintah dari sisi perlindungan privasi. Tapi tentu saja ini tak bisa dilakukan sendiri atau mengandalkan badan-badan pemerintah semata.

“Pemerintah juga harus selalu berkoordinasi secara rutin dengan para ahli di Indonesia untuk mengamankan data yang semakin banyak di Tanah Air," ujar Pakar Teknologi Informasi UGM Itu, sebagaimana dikutip dari UGM.ac.id (13/9/2022).

Selain pemerintah, Ridi juga menegaskan individu hingga perusahaan juga bisa bercermin dari aksi Bjorka yang dengan mudahnya seorang peretas membobol data privasi yang tersimpan secara digital. Dari sisi individu, ia menyarankan agar Anda mulai bijak dalam membagikan berkas apapun di media penyimpanan berbasis cloud. Selain itu hindari mengisi informasi sembarangan melalui survei di internet dan hendaknya lebih bijak lagi dalam berbagi berkas, data pribadi, hingga foto di media sosial atau apps pesan instan. Kemudian jangan lupa untuk mengganti password Anda per 2-4 bulan dengan delapan-12 karakter sekaligus memastikan memanfaatkan fitur Multi Factor Authentication atau MFA.

[Baca Juga: Cegah Peretasan Data Digital, Tangsel Bentuk CSIRT]

Lalu untuk keamanan institusi serta perusahaan, pakar UGM itu meminta perusahaan memastikan melakukan penyusunan ketentuan yang sesuai dengan aturan internasional terkait keamanan data. Lalu para pegawainya dilatih mengenai privasi data, literasi digital, serta etika digital. Terakhir memastikan penyimpanan data yang bila menggunakan infrastruktur berbasis cloud harus sudah memenuhi standar ISO 27001 untuk keamanannya.