Kesehatan
PB Ikatan Dokter Indonesia: Menganalisa Amukan COVID-19 di India
Beberapa minggu lalu, kita dikejutkan dengan berita merebaknya kembali kasus positif COVID-19 di India. Tak main-main saat ini India mencatat rekor kematian tertinggi ke 2 karena COVID-19 setelah Amerika serikat. India mencatat 19.549.656 kasus positif COVID-19, 215.523 orang meninggal, dan 15.981.772 sembuh.
Dilansir Reuters, India merupakan produsen vaksin COVID-19 terbesar di dunia namun memiliki jumlah suntikan yang terbatas untuk persediaan domestik. Hal tersebut yang memperburuk infeksi gelombang kedua yang mengakibatkan rumah sakit dan kamar jenazah penuh.
Menanggapi hal tersebut Ikatan Dokter Indonesia mengadaan tanya jawab tentang lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi di India saat ini. Bersama Narasumber Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama , Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE, FISR selaku Pakar Penyakit Paru dan Dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D sebagai Pakar Kesehatan Masyarakat, mereka menganalisa alasan dibalik terjadinya Tsunami COVID-19 di India.

Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama , Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE, FISR selaku Pakar Penyakit Paru mengatakan bahwa pada bulan September 2020, kasus positif tertinggi di India berada di angka 97.000 dan berangsur turun hingga pada bulan Januari 2021 tercatat penurunan telah mencapai angka 9.000. Ini menandakan terjadi penurunan hingga 10 kali lipat. Apakah ini dikarenakan vaksin? Dengan tegas Dr.Tjandra membantahnya, karena pelaksanaan vaksin di India baru dilakukan seminggu setelah pelaksanaan vaksin di Indonesia pada pertengahan Januari 2021 lalu.
Ia pun menegaskan melandainya kasus positif COVID-19 di India hingga bulan Januari 2021 bukan dikarenakan vaksin. Namun dokter yang bekerja untuk WHO di India ini tidak dapat memastikan penyebab kenaikan kasus positif yang terjadi saat ini. “Kalau mau benar maka seharusnya dilakukan penelitian ada data dibandingkan dengan sangat lengkap, (lalu) analisa ilmiah keluar. Tapi itu sampai sekarang belum ada, sudah ada di satu dua berita namun belum ada di jurnal ilmiah kenapa kenaikan itu terjadi”, terangnya.
Menurut keterangan rekannya yang berada di New Delhi, situasi saat ini disana sangat berat. Ia mengibaratkan 70-80% dari warga India dalam kondisi sakit atau keluarganya sakit atau suami atau istrinya sakit sehingga jumlah orang yang sakit memang banyak. Hingga mereka pun kesulitan mencari rumah sakit yang bisa menampung dan merawat pasien COVID-19 karena okupansi Rumah sakit sudah melebihi kapasitas.
Dr. Tjandra memiliki analisa pribadi yang menjadi alasan mengapa kasus COVID-19 di India naik kembali. Ia setidaknya memberikan lima alasan menurut data yang ada walaupun analisa ilmiah belum ada. Sesuai dengan pengalamannya saat berada di India hingga bulan September 2020, ia menyimpulkan Tsunami COVID-19 di India disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Kepatuhan 3M Menurun
Menurutnya saat ia masih berada di India, pasar masih tampak sepi, kereta belum jalan dan bioskop belum dibuka. Namun setelah ia meninggalkan India di Bulan September 2020 keadaannya berbeda , pasar sudah penuh kembali, bus terisi penuh, pembatasan di subway sudah tidak ada lagi.
2) Event besar terjadi di bulan Desember 2020

Ada beberapa negara bagian melakukan pilkada dengan kampanye yang meriah, selain itu event besar seperti perayaan pernikahan yang biasanya dilakukan pada saat musim dingin di bulan Desember/Januari/Februari menyebabkan gedung-gedung pernikahan penuh dengan aktivitas dan interaksi yang sangat meriah. Selain itu terdapat festival Holy yang terjadi di akhir bulan Maret 2020 yang dibuka pada tahun ini setelah sebelumnya tidak diperbolehkan.
Disinggung tentang festival keagamaan Khub Mela di sungai Ganga yang menjadi salah satu alasan lonjakan kasus, menurutnya ada perdebatan karena puncak Khub Mela terjadi belakangan ini sehingga belum tentu meningkatkan kasus positif secara bermakna.
3) Penurunan Jumlah Tes COVID-19
Pada bulan Oktober-Novemebr 2020, di India jumlah orang yang melakukan test COVID-19 lebih dari 1 juta dalam sehari. Namun pada bulan Februari-Januari 2021 turun menjadi dibawah 1 juta (menyentuh angka 700.000-800.000). Hal ini menyebabkan jumlah orang yang ditemukan sakit menjadi sedikit akibatnya kemungkinan ada orang yang sakit namun belum melakukan tes sehingga tidak terobati dan terkarantina dengan baik. Hal ini ditengarai menjadi penyebab penularan virus.
4) Adanya Mutasi Virus
Kemungkinan terjadi mutasi virus baik dari Inggris, Brazil, Afrika Selatan, maupun yang dilaporkan dari India sendiri.
5) Abai Protokol Kesehatan Setelah Vaksin
Hingga saat ini India telah melakukan vaksinasi sebanyak 130 juta lebih kepada warganya. Tapi dibandingkan total penduduknya yang berjumlah 3 miliar, angka tersebut tergolong kecil karena hanya mencakup 10% dari total penduduk. Namun demikian, agaknya ada kesan mereka yang telah mendapatkan vaksin relatif abai sehingga tidak lagi mematuhi protokol kesehatan.

Menurut Dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D selaku Pakar Kesehatan Masyarakat, India mengalami kondisi yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Diketahui bahwa India berhasil menurunkan angka kasus positif COVID-19. Namun ternyata, kenyataan tersebut membuat masyarakatnya lalai seakan semuanya sudah kembali normal dengan diadakannya pilkada dan interaksi di berbagai kegiatan. Padahal hal ini bukan tidak mungkin menjadi sarana penularan virus melalui orang tanpa gejala.
Saat ini COVID-19 yang ada di India adalah jenis B117 yang memiliki karakteristik mudah bermutasi. Faktanya virus yang ada di Indonesia saat ini pun jauh berbeda dengan virus yang pertama masuk tahun lalu. Selama terjadinya penularan, virus tersebut bisa bereplikasi, jika virus tersebut salah menyalin materi genetik , hal itulah yang menyebabkan virus bermutasi karena terjadi pergeseran kode-kode yang membuat virus berubah.
Kasus yang terjadi di India adalah bertambahnya virus B117 dengan kecepatan penularan yang makin tinggi, jika sudah mencapai level tertentu maka virus tersebut seperti didorong menjadi Tsunami seperti saat ini. Ancaman virus yang selalu bermutasi ini mengharuskan kita selalu siap melawan pandemi dalam jangka waktu yang cukup lama dan tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir.

“Pakai masker walau sederhana tapi mampu menekan dengan sangat baik. Karena demikian simplenya, maka orang abai. Kalau kita konsisten itu kita bisa menekan penularan, kalo kita bisa menekan penularan kita bisa menekan mutasi, kalo kita bisa menekan mutasi kita bisa mengendalikan pandemi apalagi ditambah dengan vaksinasi yang memang fokus pada kelompok-kelompok yang paling beresiko," pesan Dr. Pandu dalam Youtube Channel PB Ikatan Dokter Indonesia (28/4/2021).
Dr. Tjandra juga mengingatkan jika 3M dan 3T dilakukan dengan maksimal maka akan memberikan hasil yang baik dalam hal penurunan kasus positif. Pemerintah juga harus meningkatkan 3T dan jumlah tes yang lebih rinci per provinsi atau kabupaten. Karena angka nasional tidak dapat melihat secara spesifik mana daerah yang memiliki kasus rendah dan tinggi, yang nantinya akan berpengaruh pada penanganan di tiap daerah sesuai dengan tingkat urgensinya.
berita terkait
berita terpopuler
Artikel Lainnya

Hobi dan Hiburan
Dari Hobi Hingga Sukses Jadi Atlet Offroad, Inilah Sosok Sudirman Arsyad
23 March 2023, 18:17
Mengejar passion yang hadir dari hobi tampaknya menjadi gambaran yang tepat untuk sosok atlet offroad Tanah Air, Sudirman Arsyad.

Bisnis
Sambut Kehadiran Bulan Suci, ruparupa Gelar Program Ini
21 March 2023, 11:48
Melalui kampanye BerKah Ramadan, ruparupa gelar beragam promo untuk mendukung konsumennya dalam menyambut bulan suci yang sebentar lagi tiba.

Hobi dan Hiburan
Tiga Band Ini Sukses Ajak Nostalgia Hits Tahun 2000an di JCW 2023
20 March 2023, 14:47
Para penggemar musik di era tahun 2000an awal berhasil diajak bernostalgia menyanyikan lagu-lagu hits dari Samsons, Yovie & Nuno, serta D’Masiv di acara JCW 2023.

Bisnis
Digitalisasi Asuransi Syariah, Astralife Hadirkan Produk Flexi Life Protection Syariah
17 March 2023, 10:29
Dalam rangka mendukung umat Muslim milenial yang menggunakan produk sesuai syariah, Astralife menghadirkan produk Flexi Life Protection Syariah di ranah digital.