Kesehatan
Pro Kontra Rapid Test dan Manfaat Tes Massal dalam Penyebaran COVID-19
Hingga Rabu (1/4/2020), secara total terdapat 1.677 kasus COVID-19 di Tanah Air. Jumlah ini bertambah 149 pasien dalam periode 24 jam terakhir. Hal ini diungkapkan Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Rabu sore.
Sejak kehadirannya, pemerintah selalu mengusahakan segala upaya untuk bisa menekan laju penyebaran virus SARS-CoV-2 ini, salah satunya dengan mengambil kebijakan tes massal. Meniru Korea Selatan, pemerintah memutuskan mengadakan pengujian massal. Namun, teknik pengetesan yang dipilih di Indonesia berbeda. Di Korea mereka langsung tes swab, sementara di sini dengan menggunakan sampel darah.
Tes darah merupakan pengujian yang menganalisa Immunoglobulin G (IgG) dan Immunoglobulin M (IgM), bentuk antibodi atau bagian dari sistem kekebalan tubuh, ini diyakini bisa efektif menekan laju penyebaran wabah COVID-19.
Jumat (20/3/2020) kebijakan ini mulai diberlakukan pemerintah. Presiden Joko Widodo menyatakan, pemeriksaan ini akan diprioritaskan di wilayah yang menurut hasil pemetaan terindikasi rawan terinfeksi COVID-19. Dengan adanya pemeriksaan rapid test, Jokowi berharap orang-orang dengan indikasi awal terinfeksi corona akan segara ditemukan. Faktanya benar kah demikian?
Pada perjalanannya, kebijakan rapid test cukup memancing pro dan kontra dari berbagai kalangan. Dihimpun dari berbagai sumber, PingPoint merangkum sejumlah pro dan kontra seputar kebijakan rapid test.

Hasil Positif COVID-19 Lebih Tinggi
DKI Jakarta masih menjadi wilayah yang memiliki jumlah kasus tertinggi, yaitu 808 kasus, disusul oleh Jawa Barat, dan Banten. Pemerintah menyatakan telah menyiapkan satu juta alat tes massal. Alat tes cepat telah disebar ke sejumlah provinsi dan pelaksanaannya dilakukan pemerintah setempat. Jakarta, pusat penyebaran kasus COVID-19.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan ada lebih dari 18.000 orang telah menjalani rapid test COVID-19. Persentase orang yang positif COVID-19 tidak sampai dua persen. Rinciannya, dari total 18.077 orang yang telah jalani rapid test, didapati 299 orang dinyatakan positif COVID-19 dan 17.778 orang dinyatakan negatif
"Sampai Selasa, 31 Maret 2020, persentase positif COVID-19 sebesar 1,7 persen dari yang sudah dilakukan pemeriksaan rapid (test)," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia saat jumpa pers di Balai Kota DKI Jakarta yang disiarkan di akun YouTube Pemprov DKI, Rabu (1/4/2020).
Widyastuti melanjutkan, cara menggunakan alat rapid test pun berbeda-beda tergantung pada merknya. Saat ini, Pemprov DKI memiliki alat rapid test yang penggunaannya memakai darah lipat siku (whole blood) atau serum.
“Proses yang kami terapkan dalam rapid test adalah pengambilan darah dari lipatan siku. Darah tersebut perlu diputar di dalam tabung centrifuge dengan menunggu selama 15 menit, sehingga menghasilkan serum. Kemungkinan positif terhadap penyakit pun lebih tinggi daripada darah yang diteteskan langsung," terangnya.
Penambahan juga terjadi di Kota lainnya. Dari 2.400 unit alat rapid test yang sudah diberikan untuk Kota Tangerang, sebanyak 2.045 alat sudah digunakan. Hasilnya, pasien positif terkena Virus Corona atau COVID-19, bertambah 26 orang. "Dari 2.045 orang yang melakukan rapid test, data yang masuk sampai saat ini baru 1.575 orang, dengan 26 di antaranya positif," ujar Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah, Kamis (2/4/2020) seperti dilansir liputan6.com.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menyelenggarakan tes cepat (rapid test) corona (COVID-19) dengan sistem drive thru di pelataran Stadion GOR Pajajaran, Sabtu 28 Maret 2020. Sebanyak 145 orang mengikuti rapid test virus corona tersebut. Hasilnya, 142 orang dinyatakan negatif dan tiga orang positif.

Sementara itu, sebanyak 15 dari 2.000 orang warga Kota Bekasi peserta tes cepat atau rapid test dinyatakan positif COVID-19. "Kemarin rapid test yang 2.000 (alat) itu, itu ditemukan terhitung hari ini menjadi 15 orang ( positif COVID-19)," kata Rahmat di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Minggu (29/3/2020).
Rahmat menambahkan bahwa dengan jumlah tersebut, total pasien positif COVID-19 di Kota Bekasi, saat ini adalah 34 orang. Sebelumnya sudah ada 19 pasien positif COVID-19. "Yang positif 34, yang dua samar positif test, terus yang dari (pasien) satu sampai 19, ini kan udah lama nih inkubasinya, kita perintahkan tim kesehatan yang diketuai oleh dokter Antoni Dolak untuk mengecek satu-satu," ujar Rahmat.
Sedangkan di Kota Depok, rapid test dilakukan kepada 1.443 orang. Hasilnya, terdapat 40 orang yang dinyatakan positif virus corona. "Adapun hasil yang positif tercatat 40 orang," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris sebagaimana diberitakan CNNIndonesia.com, Rabu (1/4/2020).

Rawan Tidak Terdeteksi
Sejak dimulai Jumat (20/3/2020) lalu, pro dan kontra rapid test dengan menggunakan metode pemeriksaan darah untuk melakukan penapisan kasus-kasus COVID-19 di Indonesia, terus berlanjut. Para ahli menganggap langkah tersebut tidak efektif.
Ahmad Utomo, pakar biologi molekuler dari Stem Cell and Cancer Institute, mengkritik pengandalan metode tes cepat itu yang ia nilai kurang efektif dalam membatasi penyebaran COVID-19. Utomo menjelaskan bahwa tes itu merupakan metode yang sangat sederhana sehingga dapat menghasilkan 'negatif palsu'. Ia menjelaskan bahwa kelemahan terletak pada masalah waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi antibodi. Maka dari itu dia berpandangan sudah terlambat apa bila pemerintah kini mengandalkan tes massal untuk proses screening.
"Karena apa? Dia kan terdeteksinya kan mungkin bisa seminggu, 10 hari, bisa dua minggu setelah terpapar virus kan. Sementara orang ini dalam seminggu pertama udah kemana-mana sambil bawa virus. Bahayanya sih di situ sih sebetulnya," paparnya seperti diberitakan wartaekonomi.co.id, Kamis (26/3/2020).

Uji Swab Lebih Akurat
Terdapat dua prosedur pelaksanaan rapid test, yaitu aktif oleh Puskesmas kepada orang-orang yang berisiko tinggi dan pasif oleh Puskesmas yang mana pasien datang berobat ke Puskesmas namun kriteria pasien untuk dapat rapid test ditentukan petugas.
Apabila hasil tes tersebut positif, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan pengambilan swab, isolasi mandiri atau dirujuk ke shelter (sesuai kriteria) selama menunggu hasil Polymerase Chain Reaction (PCR). Bila kondisi memburuk sebelum hasil PCR diperoleh, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit.
Dikutip dari laman karinov.co.id menjelaskan tidak sedikit orang menganggap rapid test sebagai cara mendiagnosis seseorang apakah orang tersebut positif terinfeksi COVID-19 atau tidak. Padahal, tes ini hanyalah metode screening saja. Bila seseorang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19 melalui rapid test, maka perlu dilakukan tes PCR untuk mengkonfirmasikan pernyataan tersebut.
Pada rapid test, metode pengujian dilakukan secara massal dengan menggunakan sampel darah. Sampel darah kemudian dicek menggunakan alat tes darah berbentuk mirip alat tes kehamilan untuk melihat adanya reaksi antibodi yang terbentuk ketika terserang virus
Sedangkan pada swab test (uji kerik), metode pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel swab spesimen dari tenggorokan, mulut atau hidung. Setelahnya, akan dilakukan serangkaian tes pada sampel swab tersebut menggunakan metode bernama PCR.
Dengan metode ini, dapat terlihat melihat ada atau tidaknya DNA virus corona pada sampel tersebut. Uji PCR ini juga sudah digunakan luas untuk mendeteksi berbagai penyakit infeksius seperti Hepatitis, virus HIV, dan TBC.

Lama pengujian rapid test tergolong singkat. Umumnya hasilnya dapat diketahui sekitar 10-15 menit setelah pengujian. Sedangkan pada swab test, lama pengujian memerlukan beberapa hari karena rumitnya rangkaian tes yang perlu dilakukan.
Hasil rapid test tergolong tidak akurat jika dibandingkan dengan swab test. Sebab, antibodi tidak langsung terbentuk meski kita telah terinfeksi Virus Corona. Pembentukan antibodi butuh waktu setidaknya 7 hari sejak terinfeksi.
Seringkali didapati hasil false negative virus corona pada rapid test. Hasil false positive pun seringkali terjadi karena antibodi dapat terbentuk karena infeksi virus lainnya pula tidak hanya virus corona. Oleh karena itu, metode ini hanya digunakan untuk screening awal virus corona saja, apabila hasilnya positif akan dilanjutkan dengan swab test untuk memastikan keakuratan hasilnya.
berita terkait
berita terpopuler
Artikel Lainnya

Kesehatan
Pastikan Anak Terlindung dari Campak via Imunisasi, Pemkot Surabaya Siap Sweeping
27 January 2023, 13:57
Banyaknya kasus campak di wilayah perbatasan Surabaya-Madura, mendorong Pemkot Surabaya untuk bergerak secara agresif demi memastikan anak-anak Kota Pahlawan sudah mendapatkan imunisasi campak.

Kesehatan
Selama 2022 Ada Puluhan Suspek Campak, Dinkes Kota Yogyakarta Dorong Imunisasi Anak
27 January 2023, 10:55
Dinkes Kota Yogyakarta meminta agar orangtua melindungi buah hatinya dari ancaman penyakit campak dengan segera datang ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi.

Bisnis
East Ventures Pimpin Pendanaan Awal untuk Startup Manufaktur Ini
26 January 2023, 15:30
Baru-baru ini perusahaan startup manufaktur Imajin disebut berhasil meraih suntikan pendanaan awal yang dipimpin East Ventures.

Pendidikan
Ukur Kemampuan Bahasa Indonesia Mahasiswa, Dosen Unpad Hadirkan Tes Khusus
26 January 2023, 13:28
Tim dosen Unpad berhasil membuat inovasi tes khusus yang dapat menunjukan bagaimana kompetensi mahasiswa dalam berbahasa Indonesia.